Bandara Internasional Penyebab Bocor Devisa Dicabut Statusnya Oleh Kementerian Perhubungan. Berubah Menjadi Bandara Domestik
Jakarta, (27 April 2024)
Kementerian Perhubungan melakukan evaluasi besar-besaran terhadap 34 bandara internasional yang dianggap beroperasi kurang optimal.
Keputusan Menteri nomor 31 tahun 2024 tentang penetapan bandar udara internasional pada tanggal 2 April 2024, menetapkan bahwa operasional status internasional 17 bandara dicabut karena sepi dan terindikasi menjadi lokasi kebocoran devisa.
Pencabutan 17 bandara di Indonesia dari kategori bandara internasional berubah kembali menjadi bandara domestik ini disebut-sebut sementara pengamat sebagai upaya antitesis yang akan menohok sektor pasar pariwisata.
Akan tetapi juru bicara Kementerian Perhubungan, Adita Irawati, menyebut penurunan status belasan bandara ini ditujukan untuk dapat mendorong sektor penerbangan domestik nasional yang terpuruk saat pandemi Covid 19.
Menurut Irawati beberapa bandara internasional yang ada hanya terbatas melayani penerbangan jarak dekat dari/ke satu atau dua negara saja. Beberapa bandara internasional lainnya hanya beberapa kali saja melakukan penerbangan internasional, bahkan ada yang sama sekali tidak memiliki pelayanan penerbangan internasional.
Dua kriteria bandara yang terakhir ini, sambungnya, menyebabkan operasional menjadi tidak efektif dan efisien dalam pemanfaatannya.
Penerbangan keluar negeri menjadi jauh lebih murah dari penerbangan di dalam negeri. Sehingga warga lebih memilih berangkat ke mancanegara dibandingkan memilih destinasi peenerbangan dalam negeri.
Dalam praktik penyelenggaraan bandara internasional di dunia, sambung Adita, beberapa negara juga melakukan penyesuaian jumlah bandara internasionalnya.Dia mencontohkan India. Dengan jumlah penduduk 1,42 miliar hanya memiliki 18 bandara internasional. Sedangkan AS dengan penduduk 399,9 juta mengelola 18 bandara internasional.
"Keputusan Menteri 31 ini dikeluarkan dengan tujuan untuk melindungi penerbangan internasional pasca pandemi dengan menjadikan bandara sebagai hub [pengumpan] internasional di negara sendiri," ucapnya lewat pernyataan tertulis kepada pers, Jumat (24/04).
"Selama ini sebagian besar bandara internasional hanya melayani penerbangan internasional ke beberapa negara tertentu saja dan bukan merupakan penerbangan jarak jauh, sehingga hub internasional justru dinikmati oleh negara lain," lanjutnya.
Sebanyak 17 bandara yang ditetapkan sebagai Bandara Internasional antara lain:
Sumatra
1. Bandara Sultan Iskandar Muda, Aceh Besar, Aceh
2. Bandara Kualanamu, Deli Serdang, Sumatra Utara
3. Bandara Minangkabau, Padang Pariaman, Sumatra Barat
4. Bandara Sultan Syarif Kasim II, Pekanbaru, Riau
5. Bandara Hang Nadim, Banten, Kepulauan Riau
Jawa
6. Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten
7. Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, DKI Jakarta
8. Bandara Kertajati, Majalengka, Jawa Barat
9. Bandara Kulonprogo, Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta
10. Bandara Juanda, Sidoarjo, Jawa Timur
Bali Dan NTB
11. Bandara I Gusti Ngurah Rai, Badung, Bali
12. Bandara Zainuddin Abdul Madjid, Lombok Tengah, NTB
Kalimantan
13. Bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman, Balikpapan, Kalimantan Timur
Sulawesi
14. Bandara Sultan Hasanuddin, Maros, Sulawesi Selatan
15. Bandara Sam Ratulangi, Manado, Sulawesi Utara
16. Bandara Sentani, Jayapura, Papua
17. Bandara Komodo, Labuan Bajo, NTT
Bandara Supadio di Pontianak, Kalimantan Barat, memiliki rute internasional dengan tujuan antara lain Kuching, Kuala Lumpur, Singapura.
Pj Gubernur Kalimantan Barat, Horisson, mengaku kecewa dengan keputusan Kemenhub. Meskipun dia mengaku memahami dasar penetapan tersebut bahwa kunjungan masyarakat lokal ke luar negeri lebih banyak daripada wisatawan mancenegara ke Kalimantan Barat melalui bandara internasional.
"Salah satu alasan yang dikemukakan bahwa dengan banyaknya bandara internasional di tanah air, justru mempermudah masyarakat kita yang ke luar negeri, lalu jalan-jalan ke luar negeri, belanja di luar negeri, menghabiskan devisa negara kita," tutur Horisson seperti dilansir Antara, Jumat (26/04).
"Intinya ternyata rugi kalau banyak bandara internasional, justru devisa kita tergerus."
Akan tetapi pernyataan Pj Gubernur itu dibantah beberapa warga Pontianak yang mengaku bolak-balik ke Malaysia bukan untuk wisata akan tetapi untuk berobat. Fasilitasi kesehatan dalam negeri dinilai gagal memberikan pelayanan yang layak, sehingga warga Pontianak lebih memilih berobat ke Malaysia daripada menggunakan fasilitas kesehatan dalam negeri.
Meskipun benar tetap saja berangkat keluar negeri karena berobat juga akan membuat bocor devisa negara.
Selain itu Biaya operasional untuk kelas bandara internasional tidak murah. Terdapat banyak fasilitas bandara internasional yang membutuhkan anggaran besar. Jika Bandar Udara Internasional sepi maka biaya operasional akan merugi.
Operasional untuk pengadaan gate [gerbang] internasional, kantor imigrasi, karantina, kepolisian, dan berbagai fasilitas lainnya membutuhkan biaya operasional yang tidak murah.
Pencabutan status 17 bandara dari kategori internasional menjadi domestik merupakan kelanjutan dari wacana pemerintah (Kementerian BUMN) pada tahun 2023 yang hendak memangkas jumlah bandara internasional di seluruh Indonesia.Dari yang jumlahnya 34 menjadi 15.
Pemangkasan itu dilakukan untuk meningkatkan gairah pariwisata, terutama mendorong masyarakat berlibur di dalam negeri. (DYN)
Social Plugin